Libur semesteran ini membuat kami
tambah semangat, karena apa??? Liburnya tumben banyak bingit. Pekan pertama
udah libur 2 hari dan di pekan kedua liburan ada 5 hari menanti untuk
dimanfaatkan. Pekan pertama udah gagal untuk jalan bersama suami tercinta.
Pekan kedua g boleh gagal. Tempat liburan belum terbersit di benak kami, kami
masih bingung jalan-jalan ke mana ya yang dekat tapi tetap ada shilaturahimnya
dan sorenya bisa pulang ke rumah. Karena beberapa tempat terdekat sudah kami
kunjungi, pengennya sich tempat yang belum pernah dikunjungi (sok menjelajah
gitu J).
Alhamdulillah pagi yang cerah
menyambut (tepatnya 1 Januari 2015), sesegar senyum kami yang akan jalan berdua
(ehm ehm cie cie…). Jam sudah menunjukkan jam 8 kami belum juga menemukan ide
mau kemana, setelah usul ini itu akhirnya kami putuskan untuk ke daerah selatan
yaitu daerah Wonogiri. Bismillah kami berangkat ke Wonogiri, di jalan masih
bertanya-tanya dan berunding seru “MAU KEMANA KITA???”. Di jalan kita liat
kanan kiri, liat petunjuk arah barangkali ada tempat yang mengasyikkan kita
akan pergi kesana. Sampai di bendungan yang terkenal yaitu “Waduk Gajah
Mungkur” kita lewati begitu saja, g minat blas. Kita jalan terus….eit kok di
petunjuk arah ada tulisan gua apa gitu, karena hanya baca sekilas dan jalan
satu arah… akhirnya kami terus lagi nyari lagi barangkali ada tempat yang
menarik di hati kami.
Tepat mendekati lampu merah ada
petunjuk arah menuju pantai (ternyata di Wonogiri ada pantai ya baru tau
hehehehe) karena penasaran kita putuskan untuk ke pantai. Di petunjuk arah ada
3 pantai, semuanya asing menurut kami. Alhamdulillahnya arah pantainya hanya 1
arah mungkin pantainya saling berdekatan. Dengan penuh semangat dan senyum yang
lebar, kita langsung meluncur ke pantai. Akhirnya kami menemukan tujuan juga
hehehehehe. Dalam perjalanan ada yang membuat hati kita tertarik, di pinggir
jalan banyak kotak-kotak berjajar “ISINYA APA ITU YA???” loh kok ada lebah beterbangan
banyak di sekitar kotak. Kami pun berhenti dan bertanya kepada pemilik
kotak-kotak itu. “Pak, baru ngapain?” Tanya kami dengan wajah yang polos. “Ini
ternak lebah mas, saya baru memberi makan lebah-lebah ini karena ini belum
musimnya bunga” kata si bapak. Waw…ilmu mahal nich di jurusan peternakan pun g
ada ilmu perlebahan, kita pun tidak menyia-nyiakan untuk bertanya-tanya. Si
bapak kelahirannya Wonogiri tapi tinggalnya di Kendal. Nah, si bapak tidak
hanya ternak lebah saja di situ dia juga jualan madu harganya botol yang kecil
50ribu dan yang 1 botol besar seharga 100ribu. Si bapak selalu bertualang
kadang ke jawa timur kadang ke jawa barat dan tidak merasa berat untuk membawa kotak
ternak-ternaknya. Kotaknya banyak lo, mungkin 20an kotak ada. Dan di dalam 1
kotak lebahnya buanyak banget. Bapaknya dengan sabar menjelaskan pada kami, sambil
menunjukkan lebah-lebahnya. Kami dikasih tau mana yang namanya Propolis dan
Royal Jelly (kami sering mengkonsumsi propolis dalam bentuk cair, ternyata
aslinya Propolis dan Royal Jelly itu padat). Kami juga di kasih tau juga raja
dan ratunya lebah (raja dan ratunya gagah dan cantik hehehehe). Kami di rumah
juga punya lebah tapi hanya di kayu yang di belah tanpa kita beri makan,
biasanya lebahnya kan cari makan sendiri. Ternyata saat tidak ada bunga di
sekitarnya, lebah harus di beri makan, makanannya gula pasir. Di beri makan supaya
lebah-lebahnya tidak mati (ya iyalah manusia aja kalo g makan bisa mati).
Makanya madu asli ada yang agak pahit dan ada juga yang manis itu karena
tergantung yang di makan si lebah. Seperti kehidupan kita kalo makanan yang
kita makan tidak halal itu juga akan berpengaruh kepada perilaku kita. Kenapa
begitu penasarannya kepada lebah?? Why?? Karena lebah menghasilkan madu yang
insya Allah bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Karena begitu istimewanya
salah satu surat di dalam al Qur’an pun ada yang dengan nama lebah (An Nahl). Setelah kami merasa cukup
kami pamit, dan kami pun tertarik untuk ternak lebah seperti si bapak. Si bapak
ternyata merespon dengan baik, kalau ingin ternak bapaknya siap untuk menjadi
tutornya (TOP BGT kan???). Mudah-mudahan ada kesempatan untuk bertemu dan berkunjung
lagi serta belajar lebih banyak lagi. Sambil meninggalkan si bapak, sambil
tersenyum bahagia dalam hati kami berdoa “semoga si bapak selalu di beri
kesehatan dan dimudahkan rezekinya” amin….
Kami
melanjutkan perjalanan menuju pantai, berdasarkan arahan si bapak arah pantai
sekitar 20 km. Sambil membeli minum dan camilan kita pun bertanya-tanya tentang
arah pantai. Ketika di tanya “Pantai yang mana mb?”. Dengan wajah polos ku
jawab “Pantai apa ya pak, kami lupa namanya” (sambil senyum kecut sekecut jeruk) bolak balik kami asing dengan
nama pantainya jadi setiap liat tulisan arah pantai dan ditinggal ngobrol nama
pantai nya lupa lagi. Dengan PDnya bertanya lagi “Em..pantai yang dekat sini
pak? Kira-kira masih berapa km pak?”. Alhamdulillah dengan baiknya bapaknya
mengarahkan kalo di situ ada 2 pantai, dan dikasih saran juga kalo yang paling
lumayan bagus yang mana. Dari bertanya-tanya tadi kita putuskan ke pantai yang
di sarankan yaitu PANTAI NAMPU. Setelah melewati jalan halus…jalan rusak….jalan
agak halus….naik turun belok…jalan rusak…naik turun belok…jalan halus…jalan
agak rusak (kami tidak bertanya-tanya lagi karena di jalan mendekati pantai banyak
anak-anak Bantara yang mengarahkan kami). Hebat ya, yang lainnya aja pada
berlibur mereka dengan kerelaan hati dan berpanas-panasan membantu orang-orang
yang berlibur. Kita melewati tebing-tebing berbatu dan rumah-rumah yang suangat
sederhana. Sederhana disini bukan sederhana di desa atau kota kita. Miris
rasanya melihat kondisi perkampungan menuju pantai. Perkampungan satu dengan
yang lain jaraknya pun jauh. Semakin mendekati pantai perkampungannya semakin
sederhana. Satu kampung yang satu kampung dengan pantai, kondisinya
memprihatinkan. Rumah-rumah tipenya pendek dan temboknya pun bukan tembok yang
kuat dan kokoh tapi hanya dari asbes yang dipaku. Jadi tinggi rumah kebanyakan
hanya setinggi asbes. Asbes kalo di tempat kita biasanya buat atap di teras.
Ada satu dua rumah yang sudah di tembok itupun batanya masih kelihatan belum di
lepo (bahasa jawa). Jadi satu dusun
itu aku belum menjumpai satu rumah pun yang ada warnanya alias di cat. Ya Allah
lagi-lagi di sini hatiku tersentuh sungguh beruntungnya, walaupun aku juga
tinggal di desa tapi untuk akses kemana-mana aku mudah. Kalo butuh apa-apa juga
bisa mencari dengan mudah. Ini warung kecil aja aku g tau dimana. Ekonomi
mereka juga tingkat bawah, kebanyakan petani tapi lahan yang mereka tanami pun
kurang menguntungkan karena lahannya yang bebatuan, tanaman tidak subur. Untuk pendidikan
Sekolah Dasar aja jaraknya juga jauh. Apalagi SMP nya???? Entah dimana…mungkin
dari segi pendidikan mereka juga kurang. Karena di pantainya sepertinya g ada
mushola kami sholat ke masjid di dusun terdekat. Pertama yang kami tuju kamar
mandi, gayungnya bukan gayung seperti halnya kita di rumah tapi hanya batok
yang itupun sompil. Airnya harus ambil di tempat wudhu. Kondisinya tidak
terurus. Ketika masuk ke masjid aku agak shok, hai ini tempat wisata kok
masjidnya kayak gini???? Dalam masjid kuotor…ada 2 karpet yang di gelar
sepertinya jarang dipakai karena kotor kami harus membersihkan sebelum sholat.
Ketika ambil sajadah, waw…banyak nyamuk-nyamuk pada beterbangan. Ketika lihat
mimbarnya, mimbar sudah tua mungkin karena tidak punya biaya untuk mengecat
mimbarnya hanya di bungkus dengan kain (kalo di tempatku kain serbet yang buat
jagong). Ketika kami memegang kursi dan mimbar, waw….debunya tebal banget
mungkin masjid ini jarang dipakai. Sholat jum’at pun kayaknya juga jarang.
Tambah miris lagi ada dua orang pemuda yang juga ke masjid itu, dia bilang sama
rombongannya mau sholat. Ternyata hanya numpang ke kamar mandi lalu pergi
astaghfirullah……… semoga suatu saat dusun ini bisa berubah lebih baik. Walaupun
dusun ini membuat aku ngelus dodo terus,
di balik dusunnya ternyata menyimpan sebuah pemandangan yang sungguh
menakjubkan. Pantai yang indah menyegarkan mata kami yang memandang, udaranya
sejuk seolah menghapuskan kelelahan kami di perjalanan. Di pantai Nampu ada dua
bagian, yang bagian pertama pantainya panjang dan sempit ini yang paling banyak
dikunjungi, bagian yang kedua berupa cekungan pantainya agak lebar dikit tapi
pendek yang di sini hanya sedikit orangnya. Di sini g ada perahu karena
tempatnya tidak memungkinkan jadi tidak ada nelayan juga disini. Pantainya di
bawah tebing, untuk ke pantainya kalo dari parkiran harus jalan turun. Karena
kami g mau basah-basahan dan ini cuacanya g tentu kami hanya menikmati
pemandangan dari atas tebing. Subhanallah inilah kuasa Allah yang menciptakan
keindahan yang luar biasa…. “Mana nikmat
Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan” (QS. Ar Rahman)
Alhamdulillah
ke pantai sudah, saatnya shilaturahim ke salah satu teman suami (Niko namanya) di daerah Giritontro.
Teman yang dibangun dengan ukhuwah islamiyah dan cinta, yaitu cinta karena
Allah. Walaupun kenalnya hanya 1 semester saja saat di UNDIP tapi ukhuwahnya
masih terasa sampai sekarang. Mungkin karena suami dan Niko senasib harus
berjuang mencari tambahan biaya kuliah (dengan
berjualan pakaian di yang mereka tawarkan ke teman-teman kuliah mereka). Orang
tuanya pun sudah kami anggap seperti orang tua kami. Ketika mereka kangen
mereka menghubungi, dan minta untuk dikunjungi subhanallah ya….. (baru pertama
kali ini punya teman yang mengalahkan kedekatannya dengan keluarga sendiri).
Mungkin karena kami yang terdekat dan lebih longgar waktunya, karena Niko jauh
di Jakarta dan beliau jadi staff salah satu anggota DPR RI. Sebelum
shilaturahim kami tidak memberitahu karena ingin membuat surprise, kira-kira
perjalanan sekitar 10 menit lagi kami mengabari kalo kami mau mampir. Kami di
telp, ternyata yang menelpon Niko. Wuih Niko di rumah pasti tambah rame dong,
ada mb Ela (istri tercinta Niko) dan pasti ada Hilya (putri tersayang mereka
yang sekarang berumur 2 tahun). Ketika kami datang mereka sudah menyambut di
depan rumah dengan senyuman terindah mereka.. (mak nyes ini nich yang namanya
ukhuwah)… kami mengobrol kesana kemari… Ada beberapa obrolan kami yang melekat
di hatiku. Ketika bapaknya menasehati kami yang belum dikarunia anak, “Gpp mas
mbak yang sabar. Yang penting itu kita bahagia. Bahagia tidak hanya dengan
mempunyai anak”. Bapak Niko bercerita ada satu wanita yang selalu di ajak dalam
duka katanya. Hanya duka??? Lha sukanya??? Bapaknya merasa selama ini banyak
dukanya dibandingkan sukanya. Ujian yang begitu buanyak tidak menghalangi
mereka untuk selalu bahagia dan bersyukur walaupun dalam kesederhanaan. So
sweet…… (lagi-lagi hati ini serasa disiram air). Ketika kami disuruh makan,
kami masih kenyang karena sebelum kesitu kami makan dulu di jalan. Kami menolak
untuk makan, tanpa memaksa bapaknya menyuruh dengan halus dengan bercerita. Walaupun
sudah makan di jalan atau ada acara di kantor (beliau guru SMA), sampai rumah itu walaupun kenyang harus lapar
lagi karena di rumah ada masakan bidadari (cie
ibunya langsung senyum-senyum malu). Jadi bapaknya bilang kalo belum makan
masakan rumah belum puas subhanallah….berapa orang laki-laki yang seperti itu???
Yang sangat menghargai istrinya. Dan berapa orang wanita??? Yang meluangkan
waktunya untuk memasak demi suami tercinta, kebanyakan wanita yang super sibuk
hanya dengan membeli masakan instan merasa sudah terpenuhi kewajibannya padahal
setiap 1 butir nasi yang dimasak pahalanya luar biasa tentunya dengan perasaan
ikhlas. Subhanallah…inspiratifnya keluarga ini semoga kami bisa mencontoh
keluarga yang hebat ini, yang tidak menunjukkan beban di dalam hidupnya, selalu
bersemangat, yang lembut dalam menasehati, yang selalu tersenyum dalam
menghadapi ujian-Nya, yang selalu ada canda dan tawa dalam tangisnya, yang
selalu bersegera sholat ketika adzan berkumandang, yang selalu bersyukur dalam
kesederhanaan, yang selalu bersabar dan tawakal dengan ketentuan Allah SWT.
Terima kasih ya Allah kami sudah dipertemukan dengan keluarga yang luar biasa
ini, semoga ukhuwah kami tetep terjaga dan semoga kami bisa disatukan dalam
surga-Mu Ya Allah amin….
Alhamdulillah kami adzan maghrib sudah sampai rumah orang tua kami yang
ada di gunung. Hari ini kami mendapat charger yang full…semoga bisa kami bisa
memanfaatkan dengan sesuatu yang baik. Selanjutnya memanfaatkan libur yang
tinggal 3 hari (1 hari mengabdi di rumah mertua, 1 hari ke Jogja with my best
friend, 1 hari outbond remaja). Allahu Akbar!!!!